Fikih Utang Piutang (Bag. 7): Kerusakan Pinjaman Online
Sekelumit tentang pinjol (pinjaman online)
Di antara pembahasan penting dalam masalah utang piutang, dan termasuk dalam kategori pembahasan kontemporer adalah utang piutang yang berbasis pinjaman online. Sebagaimana yang diketahui, saat ini sedang merebak dan menyebar pinjaman-pinjaman online yang ditawarkan. Baik penyelenggara yang legal ataupun ilegal.
Dilansir dari wikipedia [1], daftar penyedia layanan pinjaman daring yang terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan) per Oktober 2021, jumlahnya mencapai seratus enam penyedia jasa. Menurut data, jumlah tersebut adalah penyedia jasa yang legal dan terdaftar di OJK. Jika ditambah yang ilegal, tentu lebih banyak lagi.
Sedangkan menurut data dari OJK pula, pengguna pinjaman online per Januari 2025 mencapai 146,5 juta pengguna [2]. Angka yang sangat fantastis bagi sebuah negara yang berpenduduk hampir 280 juta.
Mudah dan praktis, menjadi alasan terbesar mengapa pinjaman online merebak dan banyak digunakan oleh masyarakat. Tidak butuh bertele-tele, cukup menyiapkan KTP, no HP, email, foto, dan sedikit dari data-data pribadi, dana pun langsung cair sesuai dengan yang diajukan.
Hanya butuh sedikit effort (usaha) untuk memencet dengan jari-jemari, keluarlah dana sesuai yang diinginkan. Seringkali, tidak peduli berapa yang harus dikembalikan nantinya. Yang penting, keinginan untuk membeli sesuatu dapat tercapai atau setidaknya gali lubang tutup lubang dengan utang-utang yang lainnya. Alih-alih gali lubang tutup lubang, justru yang ada hanya menggali lubang saja tanpa menutupnya.
Terlihat mudah dan praktis, karena berutang di zaman sekarang tidak perlu lagi datang ke rumah-rumah tetangga, keluarga, dan kerabat dekat. Tidak perlu lagi mempertaruhkan kehormatan dan harga diri di hadapan mereka untuk meminjam uang. Cukup butuh satu smartphone dalam genggaman. Begitu mudahnya akses untuk berutang sekarang ini.
Namun di balik kemudahan itu, terdapat bahaya yang mengerikan. Mungkin hati merasa bahagia ketika melihat nominal besar masuk ke rekening pribadi, tanpa sadar bahaya akan terjadi. Ternyata riba menjeratnya di akhir waktu, utang semakin menumpuk, bunga semakin berlipat, iming-iming bunga yang katanya 0% hanyalah kepalsuan belaka dari sumpah serapah marketing yang digaungkan. Pada akhirnya, ia pun merasa ditipu dan ditindas, padahal persetujuan ada di tangannya, begitu juga keinginan ada di tangannya.
Demikianlah kurang lebih gambaran tentang pinjaman online. Tentunya, pinjaman online yang ada saat ini bisa dikatakan belum atau tidak memenuhi syarat-syarat utang piutang secara syar’i; bahkan notabenenya jauh dari syariat Islam dan merugikan bagi peminjam. Di antara contohnya, terdapat denda keterlambatan yang telah diketahui ini adalah riba, bunga yang begitu besar, syarat yang merugikan seperti potongan uang di muka (sebelum diterima), bahkan sampai adanya ancaman dan penyalahgunaan data pribadi.
Hal-hal tersebut sangat jauh dari praktek yang diajarkan oleh Islam. Telah berlalu syarat-syarat dalam utang piutang, utang piutang adalah akad yang sifatnya tabarru’ (akad sosial). Tidak bisa untuk mengambil keuntungan padanya. Sedangkan pinjaman online yang ada saat ini, mereka justru mengambil keuntungan dari utang tersebut. Apalagi yang bisa dikatakan terkait hal ini selain riba?
Telah jelas di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala menyebutkan tentang larangan riba. Allah Ta’ala berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Ali-Imran: 130)
Bahkan Allah Ta’ala dengan tegas mengancam para pelaku riba,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin. Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-Nya…” (QS. Al-Baqarah: 278-279)
Tidakkah kita takut dengan ancaman yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Jabir bin ‘Abdillah radiyallahu ‘anhu berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, orang yang menyuruh makan riba, juru tulisnya, dan saksi-saksinya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mereka semua sama (dalam dosa).” (HR. Muslim)
Dalam hal ini, semua akan terkena ancaman dan kutukan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Baik yang disebut sebagai “nasabah”nya, adminnya, saksi-saksi ketika akad berlangsung, semua terkena cipratan dari laknat dan kutukan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Muncul sebuah pertanyaan, mengapa seperti juru tulisnya dan saksi-saksinya juga terkena laknat? Padahal mereka tidak menikmati riba tersebut secara langsung? Dikarenakan merekalah yang membantu untuk terjadinya praktek riba tersebut. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, hendaknya kita berhati-hati. Jangan sampai termakan oleh iming-iming dan prinsip orang-orang kapitalis dan hedonis. Memuaskan keinginan dan kemauan tanpa memikirkan kebutuhan.
Kerusakan yang timbul dari pinjaman online
Tentunya, sadar atau tidak terdapat banyak kerusakan yang muncul akibat dari praktek pinjaman online ini. Di antaranya,
– Seseorang akan bergaya di atas kemampuannya. Ia akan membeli barang yang tidak sesuai dengan kebutuhannya, akan tetapi sesuai dengan kemauan dan keinginannya. Sehingga ketika hal itu menjadi tradisi yang mengakar bagi dirinya, ia akan terus-menerus memenuhi hasrat untuk membeli keinginannya, bagaimanapun caranya. Termasuk dengan menggunakan pinjaman online.
– Hilangnya rasa syukur dan qana’ah (merasa cukup) atas apa yang Allah telah berikan. Padahal justru kebahagiaan itu ada pada qana’aah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh amat beruntunglah seorang yang memeluk Islam dan diberi rizki yang cukup serta qana’ah terhadap apa yang diberikan Allah.” (HR. Muslim)
– Adanya denda keterlambatan alias riba, dikhawatirkan riba akan dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan tidak bermasalah, dan hal ini sudah terjadi.
– Memunculkan kezaliman-kezaliman di tengah masyarakat. Dengan disebarkan data-data peminjam, teror, diancam, dan lain sebagainya.
– Sebab dari jeratan utang berantai, artinya peminjam mau tidak mau dipaksa gali lubang tutup lubang. Barangkali ia bisa menggunakan jasa pinjaman online lebih dari satu untuk melakukan hal tersebut.
– Rusaknya hubungan sosial, karena teror kepada teman, kerabat, keluarga, dan lain sebagainya yang dilakukan oleh pihak penagih pinjaman.
– Berisiko peminjam depresi dan stres jika bunga terus bertambah dan ditagih secara kasar dan terus-menerus. Tidak sedikit peminjam yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
– Memunculkan kriminalitas baru pada masyarakat. Disebabkan data-data bisa dimanipulasi, bisa saja seseorang memanipulasi data dengan mengisi KTP bukan miliknya, nomor HP yang hanya sekali pakai, kemudian dibuang ketika sudah waktu pembayaran utangnya.
Dan masih banyak lagi kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh pinjaman online, terlebih khususnya pinjaman online yang ilegal. Semoga Allah menjauhkan kita dari hal-hal yang dibenci-Nya, menjauhkan kita dari riba dan segala yang berkaitan dengannya.
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
[Bersambung]
***
Depok, 3 Rabi’ul awal 1447/ 27 Agustus 2025
Penulis: Zia Abdurrofi
Artikel Muslim.or.id
Catatan kaki:
Artikel asli: https://muslim.or.id/108725-fikih-utang-piutang-bag-7.html